This Is Our Call (Inilah Seruan Kami)

 Oleh: Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Kita berharap kepada Allah ‘azza wa jall, Dia menjadikan kita diantara para
penuntut ilmu yang benar-benar mengambil dari contoh para ulama dan yang
secara jujur mengikuti jalan mereka. Inilah apa yang kita harapkan dari Allah
‘azza wa jall – bahwa Dia menjadikan kita diantara para penuntut ilmu yang
mengikuti jalan mereka, yang mana Rasulullah bersabda mengenainya,
“Barangsiapa menempuh jalan menuntut ilmu, Allah akan
memudahkan jalan baginya menuju Surga.”4)

 
Hal ini membawa kita untuk membahas mengenai ilmu, yang telah disebutkan di
banyak tempat di dalam Al-Qur’an, seperti firman Allah:
“Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?
" (QS Az-Zumar : 9)
 
Dan firman Allah:
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat
.” (QS Al-
Mujadilah : 11)
Ilmu apakah gerangan, yang dengannya Allah memuji mereka yang memilikinya
dan beramal dengannya, dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka?
Jawabannya adalah seperti yang dikatakan oleh Imam Ibnu Qayyim
rahimahullah, murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah:
“Ilmu adalah (apa yang) Allah katakan, (apa yang) Rasulullah katakan,
(dan apa yang) para Sahabat katakan,
Ini bukan sebuah kebohongan.
Ilmu bukanlah kita masuk dalam perbedaan secara jahil
Antara Rasulullah dengan pendapat para fuqaha
Tidak, dan kita tidak menolak dan menafikan Sifat-sifat Allah
Karena takut jatuh ke dalam tasbeeh dan tamtsil”
_______________
4) HR Muslim dari Abu Hurairah

Maka kita mengambil definisi ilmu dari pernyataan dan syair ini, yang jarang kita
dengarkan diantara bait-bait syair, karena syair-syair para ulama tidak seperti
syair-syair para penyair. Dan Ibnu Qayyim adalah seorang ulama dan beliau juga
menulis syair-syair yang bagus. Dan dia berkata: Ilmu adalah apa yang Allah
katakan, pada tempat pertama, kemudian apa yang Rasulullah katakan, pada
tempat kedua, kemudian apa yang para Sahabat katakan, di tempat ketiga.
Perkataan Ibnu Qayyim mengingatkan kita pada kenyataan yang sangat penting,
yang seringkali diabaikan oleh sebagian besar dai yang tersebar di seluruh negeri
hari ini dalam rangka menyeru kepada Islam. Kenyataan apakah ini? Apa yang
diketahui dengan baik diantara para dai bahwa Islam terdiri dari: Kitabullah dan
Sunnah Rasulullah . Ini benar, tidak ada keraguan di dalamnya. Namun
demikian hal ini tidak mencukupi.
Ibnu Qayyim mencatat kekurangan ini dalam bait syairnya, yang baru saja kami
sebutkan. Itu sebabnya mengapa setelah menyebutkan Al-Qur’an dan As-
Sunnah, dia menyebutkan para Sahabat. “Ilmu adalah (apa yang) Allah
katakan, (apa yang) Rasulullah katakan, dan (apa yang) para Sahabat
katakan…”
Pada masa sekarang ini, sangat jarang kita mendengar seseorang menyebutkan
para Sahabat ketika menyebutkan Al-Qur’an dan Sunnah. Dan sebagaimana kita
ketahui merekalah pemimpin Shalafush Shaleh, yang oleh Nabi dikatakan,
sebagaimana yang diriwayatkan dari banyak sahabat:
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku…”
Dan jangan katakan apa yang dikatakan banyak dai sekarang ini: “Sebaik-baik
generasi.” Kalimat ini: “Sebaik-baik generasi” tidak ada asalnya dari Sunnah.
Sunnah yang shahih yang terdapat dalam dua kitab shahih (Bukhari dan Muslim)
dan hadits-hadits lain merujuk semua periwayatan hadits dengan lafazh:
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian yang berikutnya,
kemudian yang berikutnya.”5)
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah telah menghubungkan para Sahabat –pemimpin
dari tiga generasi yang telah mendapatkan kesaksian akan kebaikan merekakepada
Kitabullah dan Sunnah. Lalu apakah hubungan ini yang dikeluarkan dari
pendapatnya, atau kesimpulan seorang ulama, yang tidak terlepas dari
kesalahan? Jawabannya tidak, ini bukanlah berasal dari kesimpulan deduktifnya
yang mana ada kemungkinan kesalahan masuk ke dalamnya, namun ini berasal
dari Kitabullah dan hadits Rasulullah .
______________
5) Mutawatir, sebagaimana telah ditegaskan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Al-Ishobah 1/12 dan Al-
Muanawiy dalam Faidhul Qadir 3/478 serta disetujui oleh Al-Kataaniy dalam kitab Nadzmul Mutanatsir
hal.127

Dari Al-Qur’an terdapat firman Allah ‘azza
wa jall: “Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran
baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin,
Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu
dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburukburuk
tempat kembali.”
(QS An-Nisa : 115)
“Dan mengikuti jalan selain jalan orang-orang Mukmin” – Allah tidak
berhenti pada ayat ini, dan jika pun Dia berhenti, ayat ini tetap benar. Dia tidak
berkata: “Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran
baginya. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu
dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk
tempat kembali.”
Sungguh, dengan hikmah-Nya yang tak terhingga, Dia menyertakan: “Dan
mengikuti jalan selain jalan orang-orang Mukmin” dan inilah yang kita
fokuskan penjelasannya sekarang: “Dan barang siapa yang menentang Rasul
sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orangorang
mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya
itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk
tempat kembali.”
(QS An-Nisa : 115)
Saya berharap bahwa ayat ini menjadi benar-benar tertanam dalam pemikiran
dan hati anda, dan saya berharap anda tidak melupakannya, karena inilah
kebenaran. Dan melaluinya, anda akan selamat dari penyimpangan dengan
terhanyut ke kanan atau ke kiri dan anda akan selamat –meskipun dalam satu
aspek atau beberapa perkara- dari jatuh kedalam salah satu golongan yang tidak
selamat, atau salah satu kelompok yang menyimpang. Hal ini karena Nabi
telah bersabda dalam sebuah hadits yang masyhur, yang akan saya ringkaskan
agar sesuai dengan pembahasan kita:
“Dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan –
semuanya di neraka kecuali satu.” Mereka bertanya, “Siapa mereka, Ya
Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Al-Jama’ah.
”6)
_________________
6) HR Abu Dawud dalam Sunan-nya dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan (Ash-Shahihah no. 204)

Al-Jama’ah adalah “Jalan orang-orang Mukmin.” Maka hadits ini, jika bukan
merupakan wahyu Allah secara langsung ke dalam dada Nabi , maka tentulah
diambil dari ayat yang telah disebutkan sebelumnya “Dan mengikuti jalan
selain jalan orang-orang Mukmin”. Maka jika seseorang yang ‘Menentang
Rasul’ dan ‘mengikuti jalan selain jalan orang-orang Mukmin’ diancam
dengan neraka, maka sebaliknya pun benar, maka barangsiapa benar mengikuti
‘jalan orang-orang Mukmin’, maka dia dijanjikan surga, dan tidak ada
keraguan dalam hal ini. Sehingga kemudian, ketika Nabi menjawab pertanyaan
tersebut mengenai golongan yang selamat, beliau berkata: “Al-Jama’ah.” Maka
Jama’ah adalah kelompok Muslimin. Kemudian juga disebutkan dalam riwayat
lain dari hadits ini, yang mendukung pemahaman ini. Bahkan semakin
menambah uraian dan penjelasan mengenainya. Nabi bersabda:
“Apa yang aku dan para Sahabatku berada di atasnya.”7)
“Para Sahabatku” merujuk kepada “Jalan orang-orang Mukmin.” Maka
ketika Ibnu Al-Qayyim menyebutkan para Sahabat dalam bait syairnya yang
telah kami sebutkan sebelumnya, dia hanya mengambil pemahaman itu dari ayat
yang baru kita sebutkan dan hadits ini. Juga terdapat hadits yang masyhur dari
Al-Irbadh bin Sariyyah yang juga akan saya ringkas dan hanya menyebutkan
bagian yang relevan dengan pembahasan kita, sehingga kita punya cukup waktu
untuk tanya jawab nantinya. Nabi bersabda:
“Berpeganglah kepada sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin yang
mendapat petunjuk sesudahku.”8)
Di sini kita mendapatkan contoh yang sama dengan hadits yang kami sebutkan
sebelumnya dan juga dengan ayat sebelumnya. Rasulullah tidak berkata:
“Berpeganglah pada sunnahku” saja, tetapi ia menghubungkan Sunnahnya
dengan Sunnah para Khalifah yang mendapat petunjuk. Maka disini kami
katakan, khususnya pada masa sekarang ini ketika kita menemukan banyak
pertentangan pandangan, dan ideologi dan madzhab, dimana didalamnya
terdapat banyak kelompok dan golongan, yang dengannya banyak pemuda
Muslim mulai hidup dalam kebingungan. Dia tidak mengetahui kepada kelompok
mana dia harus menisbatkan dirinya.
________________
7) HR Thabrani dalam Al-I’tisham karya Imam Asy-Syatibi (terjemahan hal. 697), dishahihkan oleh Syaikh
Albani.
8) HR Abu Dawud (4607), At-Tirmidzi (2676), dll, dishahihkan oleh Ibnu Hibban hadits no. 5

Maka disinilah kami telah memberi jawaban dari ayat dan dua hadits yang telah
kami sebutkan. Ikuti jalan orang-orang Mukmin! Apakah jalan orang-orang
Mukmin yang ada saat ini? Jawabannya adalah tidak, yang kami maksudkan
adalah orang-orang Mukmin terhadulu –generasi pertama- generasi para
Sahabat –Salafush Shaleh. Merekalah orang-orang yang harus kita ambil sebagai
teladan dan yang kita ikuti. Dan sama sekali tidak ada yang menyamai mereka di
muka bumi. Karenanya, esensi dakwah kita didasarkan pada tiga pilar:
(1) Al-Qur’an, 
(2) As-Sunnah, dan 
(3) Mengikuti Salafush Shaleh.
Maka siapapun yang menyatakan mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah, dan dia tidak
mengikuti Salafush-Shaleh, yang ditunjukkan dalam perkataan dan
perbuatannya: “Mereka manusia dan kita juga manusia,” (yakni bahwa para
Sahabat setara dengan mereka), maka orang ini menyimpang dan tersesat.
Mengapa? Karena dia tidak menerima nash-nash ini, yang baru saja kami
paparkan kepada anda. Apakah dia mengikuti “Jalan orang-orang Mukmin”?
Tidak. Apakah dia mengikuti para Sahabat Rasulullah ? Tidak. Apa yang dia
ikuti? Dia mengikuti nafsunya, dan mengikuti akalnya. Apakah akal seseorang
sempurna dan bebas dari kesalahan? Jawabannya adalah tidak. Karenanya dia
jelas berada dalam kesesatan. Saya percaya bahwa alasan banyaknya
perbedaan, warisan yang didapatkan dalam kelompok-kelompok yang terkenal
dari masa lalu dan perbedaan yang baru saja muncul belakangan ini adalah
karena kurangnya mereka kembali kepada sumber yang ketiga, yakni Salafush
Shalih.
Semua orang menyatakan mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan betapa
sering kita mendengar perkataan semacam ini dari para pemuda yang
kebingungan, ketika mereka berkata: “Ya akhi, orang-orang ini mengklaim
mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah dan orang-orang itu mengklaim mengikuti
Al-Qur’an dan As-Sunnah.” Lalu apa apakah perbedaan nyata yang jelas?
“Perbedaan itu adalah Al-Qur’an, As-Sunnah dan Manhaj Salafush Shaleh. Maka
barangsiapa yang mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa mengikuti Salafus-
Shaleh, dia sesungguhnya tidak mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah, bahkan
sebenarnya dia hanya mengikuti akal, jika tidak nafsunya. Wallahu A'lam Semoga ALlah memberikan Petunjuk bagi Kita Semua ke dalam Jalan Rosul dan Shahabat.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2013.SeoWaps SEO Tutorial. Powered by Blogger
Top